Evaluasi Revisi UU Penyiaran, Anggota Dewan Dinilai Takut Dengan Investigative Reporting

Sifera, P. H – Sabtu, 18 Mei 2024, 11:12 WIB


House Ilustration Complex Parlementer Senayan

Jakarta – DPR masih bersih keras melanjutkan draf revisi Undang-Undang Penyiaran meski banyak penolakan dari Komunitas Pers. Sikap anggota dewan itu dinilai karena takut dengan Investigative Reporting atau Jurnalistik Investigasi.

“Investigative reporting itu dapat mengungkap atau membongkar sesuatu yang ditutup -tutupi. Hal itu tentu dapat menyasar siapa saja, termasuk gedung DPR dan orang yang ada di dalamnya,” kata Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga kepada aliansiberita.web.id, Sabtu, 18 Mei 2024.

Jamiluddin mengatakan Investigative Reporting bagi sebagian orang adalah ancaman, karena bisa seperti pisau bermata dua. Bisa mengenai ke orang lain, namun juga bisa melukai diri sendiri.

“Hal itu bisa jadi menakutkan bagi sebagian anggota dewan. Mereka khawatir Investigative Reporting bisa menyasar mereka, termasuk kelompoknya,” ungkap Jamiluddin.

Tetapi Ia menyebut anggota dewan tidak perlu takut dengan adanya Investigative Reporting bila tidak ada yang ditutup – tutupi. Malah kata dia, Wakil Rakyat itu akan merasa terbantu, sebab melalui Investigative Reporting dapat diperoleh data yang lebih akurat.

“Hak Wartawan dapat melakukan Investigative Reporting merupakan kebanggaan, karena tidak seluruh wartawan mampu melakukannya,” ujar Ia.

Sekaligus hasil Investigative Reporting dapat menjadi Bukti Sejarah, Dia mencontohkan kasus korupsi Pertamina jaman Ibnu Soetowo yang diungkap oleh Koran Indonesia Raya.

Dengan adanya Investigative Reporting dapat mengungkap persoalan – persoalan besar yang ditutup-tutupi. Celakanya kata Jamiluddin, yang kerap menutupi kasus tersebut, justru orang yang punya kekuasaan.

“Penemuan data itu sebabnya mereka risih dengan Kemerdekaan Pers, Khususnya Praktisi Investigative Reporting. Bagi mereka Kemerdekaan Pers bisa mengancam dirinya atau kelompoknya,” ungkap Dia.

Sebelumnya, draf rancangan RUU Penyiaran menuai Kritik dari Publik, terutama Para Pegiat dan Pelakon Jurnalistik. Revisi yang sedianya diharapkan Menciptakan Azas Keadilan bagi Industri Penyiaran di tengah era kemunculan Media -media Baru berbasis Digital itu, justru dikhawatirkan menjadi pintu masuk pembungkaman Pers.

Salah satu yang menjadi sorotan ialah pasal yang melarang Penayangan Eksklusif Jurnalistik Investigasi. Dari draf yang beredar di Masyarakat, hal itu tertangkap jelas pada Pasal 56 Ayat 2 yang memuat larangan-larangan standar isi siaran. Terutama pada poin C yang menjelaskan larangan itu mencakup ‘penayangan eksklusif jurnalistik investigasi’.

(SPH)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *