Lagu Musik Kritik Sosial Politik


Jumat, 08/11/2024, 00:01 WIB


Artikel Penulis : Sifera, P.H.
Editor : HM Denny AS


Surabaya – Lagu musik siapa yang tidak menyukainya, hampir setiap hari kita mendengarkan musik dalam berbagai kesempatan. Kebanyakan orang menikmati musik untuk berbagai alasan, mulai dari hanya sekadar menghilangkan stres hingga mengisi waktu luang.

Sebagai salah satu artefak kultural non benda, musik merupakan bagian dari kebudayaan dan peradaban yang selalu tidak pernah lekang oleh waktu dan terus berevolusi seturut perkembangan zaman. Musik melalui kekuatan liriknya memiliki kemampuan untuk mengekspresikan perasaan, keindahan serta pengalaman sosial pengarangnya sehingga tidak jarang orang yang menyukai lagu tertentu merasa bahwa ia memiliki kenangan tersendiri yang terwakili oleh lirik lagu tersebut.

Karena itu melalui lirik yang dilekatkan dalam sebuah lagu kita sebenarnya dapat membaca perilaku sosial secara psikologis serta fenomena sosial-budaya karena salah satu alasan mengapa suatu produk seni disukai masyarakat adalah bukan hanya keindahan bunyinya saja, tapi juga liriknya yang merepresentasikan suatu kondisi sosial tertentu. Ini sekaligus menjadi alasan kuat mengapa musik terus bertahan hingga saat ini.

Sama halnya dengan karya sastra, lirik lagu sebenarnya tidak jauh berbeda dengan bahasa puisi atau puisi pendek yang mengekspresikan emosi. Seperti termuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 528), lirik lagu merupakan karya puisi yang dinyanyikan.

Pada bahasa lirik lagu mengikuti kaidah puisi yang memiliki unsur emotif melalui bunyi dan kata, selain itu untuk memperoleh kesan tertentu seperti puisi. Bahasa lirik lagu juga bersifat ringkas dan sarat makna yang tampak dari kreativitas pemilihan diksi dari penyairnya.

Lagu musik sebagai sarana kritik sosial, terlepas dari kemampuannya untuk menghibur. Musik juga dapat berbahaya dan bersifat politis-ideologis.

Bagaimana bisa?, melalui kekuatan diksi dalam liriknya. Musik memuat agenda dan tujuan tertentu, bahkan ia bisa menjadi sarana kritik sosial.

Secara teoritis, musik merupakan salah satu wujud dari budaya populer yang dalam bahasa Raymond Williams (1983) diproduksi sekaligus dikonsumsi oleh banyak orang. Baca berita tanpa iklan.

Kemampuannya untuk menjangkau khalayak dengan cara yang cepat dan masif ini kerap dimanfaatkan oleh beberapa pelaku seni musik untuk menyampaikan pesan tertentu kepada pendengarnya, Dominic Strinati (1995) dalam An Introduction to Theories of Popular Culture berpendapat bahwa budaya populer memiliki beragam definisi dan peran dalam kebudayaan. Salah satu yang menarik adalah ia memiliki peran ideologis yang secara potensial berperan sebagai salah satu bentuk kontrol sosial yang kerap digunakan oleh rezim politik sebagai salah satu strategi untuk mempertahankan kekuasaannya.

Namun di sisi lain budaya populer juga memiliki potensi untuk melawan segala bentuk hegemoni, karena dalam pandangan kritis. Barker (2004) mengatakan bahwa budaya populer merupakan arena persetujuan atau resistensi dalam perjuangannya melawan pemaknaan budaya (cultural meanings).

Bahwa artinya segala bentuk perlawanan terhadap rezim kekuasaan atau hegemoni budaya dimungkinkan melalui budaya populer, dalam hal ini musik sebagai artefak budaya populer juga bisa bersifat ideologis dan hadir sebagai bentuk resistensi.

Iwan Fals dan perjuangan melawan rezim politik, dalam konteks Indonesia kita dapat melihat bagaimana musik berperan sebagai sarana kritik sosial terhadap suatu rezim politik tertentu melalui karya-karya musisi legendaris Iwan Fals. Siapa yang tidak mengenal Iwan Fals dan lagu-lagunya yang sangat populer di kalangan masyarakat pada era 70-an hingga saat ini.

Selain kekuatan vokalnya yang khas, lirik dalam lagu-lagu Iwan Fals sarat akan kritik sosial terhadap rezim politik tertentu. Sebagai seorang musisi, Iwan Fals dikenal sebagai seniman yang berani mengkritik rezim politik.

Ia banyak mengkritik tentang budaya korupsi, kolusi dan nepotisme (terutama di era Orde Baru, bahkan hingga saat ini). Iwan banyak mengkritik kebijakan rezim Pemerintah yang kerap memprioritaskan pertumbuhan ekonomi namun abai terhadap distribusi ekonomi dan pemerataan kesejahteraan.

Kebijakan tersebut melahirkan kesenjangan sosial antara kelompok elite yang diuntungkan dan Rakyat kecil yang tertinggal maupun ditinggalkan dalam proses pembangunan, beliau juga banyak melemparkan sindiran kepada sejumlah konglomerat, pengusaha, birokrat dan pejabat yang memanfaatkan kedekatannya dengan penguasa untuk menikmati kue pembangunan. Hal ini mengakibatkan hidup Rakyat kecil tertekan, sehingga teori yang mengatakan bahwa kemakmuran di kalangan atas pada akhirnya akan mengalir ke bawah (trickle-down effect) dan dinikmati oleh kalangan bawah ternyata tidak terbukti.

Kekuatan liriknya yang mampu menyentuh hati berbagai kalangan Masyarakat inilah yang membuatnya dikenal sebagai musisi istimewa yang dikenal mewakili Suara Rakyat kecil, mengingat pada zamannya tidak banyak seniman yang memiliki keberanian untuk mengkritik Pemerintah. Lagu-lagu Iwan Fals merupakan salah satu karya seni penting dalam sejarah musik Indonesia.

Melalui lirik-liriknya yang kritis dan satir, beliau banyak bercerita tentang kehidupan sosial, kehidupan sosial di Indonesia pada tahun 1970-an. Kebanyakan lagu-lagunya bertemakan kemanusiaan, kritik atas kinerja Pemerintahan Orde Baru dan ketidak adilan sosial yang merugikan Rakyat baik secara moral maupun materi.

Selain musiknya tidak pernah lekang oleh waktu (all time hits), lirik yang termuat dalam lagu-lagu Iwan Fals sangat relevan dengan keadaan Indonesia. Seperti Guru Oemar Bakri, Pesawat Tempurku, Aji Mumpung, Bento dan masih banyak lagi

Selain Iwan Fals, ada Guruh Soekarnoputra. Lagu gubahan Guruh yang sempat menjadi hits di era 80-an ini diarasemen ulang oleh musisi-musisi muda, Oni dan Ariel Nidji dengan menyanyikan kembali secara duet dengan Ubay Nidji pada tahun 2020. Pesan dalam lagu ini bercerita tentang kritik terhadap kondisi sosial ketika banyak orang mengabaikan kejujuran demi mendapatkan keuntungan pribadi, seperti dalam potongan lirik berikut.

Di suatu zaman orang pada gila-gilaan saling cari kesempatan dalam kesempitan memupuk kekayaan, mengejar kedudukan. Berlomba mumpung ada kesempatan, kesempatan semua orang ingin mendapat kemuliaan.

Sayang banyak yang telah melupakan kebajikan, korbankan harga diri menjadi lupa diri demi keuntungannya pribadi. Pribadi tiada tempat bagimu, orang jujur tempat hanyalah bagimu yang mujur.

Tiada tempat bagimu, orang jujur. Tempat hanyalah bagimu yang mujur.

Pesan lagu saran akan kritik terhadap kelompok penguasa yang memprioritaskan kepentingan pribadi dan kelompok serta memanfaatkan kesempatan serta kekuasaan yang dimilikinya untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Tema lagu ini juga bercerita tentang hiprokrasi kelompok elite penguasa yang mengabaikan kualitas diri yang positif seperti kemanusiaan, kejujuran, dan kerja keras yang seharusnya dimiliki oleh mereka yang memiliki kekuasaan untuk menjadi contoh kepada Masyarakat.

Melalui lirik dalam lagu-lagu Iwan Fals, kita dapat melihat bahwa musik bukan hanya sekadar hiburan remeh-temeh yang dinikmati dalam waktu senggang saja. Namun sebagai artefak budaya populer musik juga bisa digunakan untuk mengulirkan kritik sosial terhadap rezim politik yang telah menciptakan kesenjangan dan ketidak adilan sosial.

Kemampuannya untuk secara praktis menjangkau Publik memungkinkan kelompok musisi sebagai agen sosial budaya untuk menyampaikan pesan, edukasi dan pengetahuan kepada Masyarakat tentang segala bentuk hegemoni politik yang melahirkan ketidak adilan sosial khususnya terhadap Rakyat kecil sebagai kelompok yang lemah.

Penulis : Sifera, P.H.
Editor : HM Denny AS

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *