
HM Denny Adi SE
Rabu, 28 Mei 2025 – 05:06 WIB

aliansiberita.web.id – Banyak 70 persen pengelola hotel dan restoran akan PHK karyawan,
PHK dilakukan karena tingkat hunian di bisnis hotel jeblok sedangkan biaya operasional meningkat. Hotel di Jakarta, sebanyak 70 persen pelaku usaha di sektor perhotelan dan restoran di Jakarta berpotensi melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena mengalami penurunan tingkat okupansi.
“Jika kondisi ini terus berlanjut tanpa adanya intervensi kebijakan yang mendukung sektor pariwisata dan perhotelan, mereka akan terpaksa melakukan pengurangan jumlah karyawan,” jelas Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jakarta, Sutrisno Iwantono dalam Keterangan tertulis, Senin, 26 Mei 2025.
Iwantono mengatakan para pelaku bisnis hotel memperkirakan akan melakukan pengurangan sebanyak 10 hingga 30 persen karyawan, selain itu sebanyak 90 persen pelaku usaha mempertimbangkan pengurangan terhadap 90 persen daily worker. Kemudian sebanyak 36,7 persen lainnya mengaku akan melakukan pengurangan staf.
Iwantono mengungkapkan pemangkasan tenaga kerja dilakukan karena tingkat hunian jeblok sedangkan biaya operasional meningkat dan membebani keberlangsungan bisnis mereka, PHRI Jakarta mencatat sebanyak 96,7 persen bos hotel melaporkan terjadinya penurunan tingkat hunian. Berdasarkan survei yang dilakukan PHRI Jakarta, penurunan tertinggi berasal dari segmen Pemerintahan yang mencapai 66,7 persen.
Menurut Sutrisno, penurunan tingkat hunian dari segmen Pemerintahan itu seiring dengan kebijakan efisiensi anggaran.
“Penurunan dari pasar Pemerintah ini semakin memperburuk ketergantungan industri hotel terhadap wisatawan domestik.”
Kata Sutrisno, para pelaku usaha juga mengeluhkan pangsa wisatawan mancanegara terhadap tingkat okupansi hotel Jakarta yang tergolong sangat kecil. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan rata-rata persentase kunjungan wisatawan mancanegara sepanjang 2019 hingga 2023 hanya mencapai 1,98 persen per tahun jika dibandingkan dengan wisatawan domestik.
“Ini mencerminkan kurang efektifnya strategi promosi dan program Pemerintah dalam mendatangkan turis mancanegara, khususnya ke Jakarta,” kata Sutrisno.
Ia pun mendesak agar Pemerintah membenahi strategi promosi dan membentuk kebijakan pariwisata yang lebih efektif untuk menjangkau pasar internasional, industri perhotelan dan restoran juga mengalami tantangan berupa kenaikan biaya operasional. Misalnya tarif air dari PDAM yang meningkat hingga 71 persen dan biaya gas yang melonjak 20 persen, kenaikan biaya itu juga diperberat dengan peningkatan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 9 persen pada tahun ini.
Pelaku usaha juga mengeluhkan syarat administratif berupa regulasi dan sertifikasi yang dinilai rumit dan memberatkan, misalnya banyaknya perizinan yang dipenuhi. Seperti izin lingkungan, sertifikat laik fungsi hingga perizinan minuman beralkohol.
Selain itu, pelaku industri juga menyoroti proses birokrasi yang panjang seperti duplikasi dokumen antar instansi dan biaya yang tidak transparan dinilai menghambat kelangsungan usaha. Lebih jauh, Sutrisno mengatakan industri hotel dan restoran selama ini telah berkontribusi besar terhadap pendapatan asli Jakarta dengan rata-rata sumbangan sekitar 13 persen.
Ia menyatakan, berdasarkan data BPS pada 2023 terdapat lebih dari 603 ribu tenaga kerja yang bergantung pada sektor akomodasi dan makanan-minuman di Jakarta. Penurunan kinerja sektor ini diyakini membawa efek domino terhadap sektor lain seperti UMKM, petani, pemasok logistik dan pelaku seni-budaya.
Sektor tersebut memiliki keterkaitan dengan industri perhotelan dan restoran, Sutrisno meminta Pemerintah menjadikan keluhan pelaku industri sebagai peringatan serius bagi Pemerintah pusat ataupun daerah. Menurut dia tanpa langkah konkret dan strategi pemulihan yang tepat, industri perhotelan berpotensi mengalami krisis berkepanjangan yang dampaknya bisa meluas ke sektor lain.
(08887886999)